Tuesday, October 17, 2006

Cerita tentang Orang-orang Kalah (#1)

Kemarin, tatkala sudah sedemikan lelahnya berkeliling mengayuh mencari penumpang, seorang tukang becak akhirnya berhenti di bawah pohon beringin yang cukup rindang di bilangan selatan kota. Jalannya tidak ramai, jadi cukuplah membuat semua efek alam menggelayuti dan merangsang semua indranya untuk santai dan terbuai. Sebentar saja, ia terlelap, mendengkur dan sesekali mengelap liur yang mengalir keluar.
Tak seberapa lama, lewat sebuah mobil Volvo hitam dengan gagah dan menterengnya. Pada awalnya, mobil tersebut melaju dengan kencangnya; namun selang 50-an meter, mobil tersebut berhenti dan kemudian perlahan-lahan mundur mendekati sang tukang becak yang masih terlelap. Begitu berhenti, kaca pintu mobil bagian belakang perlahan-lahan turun otomatis; didalamnya melongok keluar kepala bapak konglomerat dengan kacamata bermerk terkenal dengan gagang emas. Matanya yang sayu menatap sang tukang becak dengan memelas, kemudian menunduk, melihat sekelilingnya, menarik napas panjang. Menggeleng berulang kali, kemudian menggangguk kepada supir. Perlahan mobil jalan kembali, namun kaca mobil tetap turun dan kedua mata sayu sang bapak konglomerat tetap menatap sang tukang becak yang masih terlelap. Tak terasa, kedua mata sayu tersebut, mengalirkan air. Walau tanpa isak, jelas terlihat penyesalan mendalam dari kedua mata tersebut. Seolah-olah sang mata berteriak, “Mengapa ia bisa tidur selelap itu? Sementara dia tidak punya apa yang aku punya, penthouse lengkap dengan segala perniknya yang akan memberikan penjaminan kelelapan istirahat yang amat baik! Apakah Tuhan tidak menginginkan aku istirahat di atas keringat kotorku? Atau tidur di atas berpeti uang korupsiku? Ahh .... Tuhan memang menghukumku!”. Perlahan pantat mobil menjauh, kemudian hilang di pertigaan.
Sejam kemudian, sang tukang becak terbangun dari lelapnya. Dilihatnya langit, sudah menjelang sore. Tapi itupun belum apa-apa, masih ada waktu untuk mengayuh lagi, mencari penumpang-penumpang. Di bibirnya merekah senyum, “Hidup ini indah ....” ucapnya. Maka becak pun dikayuhnya kembali. Dia tidak pernah sadar, kalo senyumnya itu adalah senyum kemenangan sebuah pertempuran kehidupan.

1 Comments:

Blogger Lana said...

jangan lupa hadir di gathering BUGINESE, 28 Oktober 2006, di Restoran Pualam Makassar, pukul 11 siang ya...

4:36 PM  

Post a Comment

<< Home