Friday, October 20, 2006

Cerita tentang Orang-orang Kalah (#4)

Setelah panas sekian lama, akhirnya hujan pun datang. Seperti juga panas, sekali datang susah berhentinya. Terkadang sampai seminggu tak berhenti. Akibatnya, banjir dimana-mana. Depan kampus, dekat gedung DPRD, simpang Tol bahkan di DAK (baca: Daerah Aliran Kanal). Kenapa bisa ya? Pan kanalnya besar? Mana dalam lagi! Kok masih juga gak bisa menampung air hujan? Apa karena salah alam? Atau mungkin malah kita yang terlalu sombong terhadap alam? Atau karena bakalan ada pengosongan massal DAK, yang bakal dijadikan Mal Super Hebat dan Super Megah? Entahlah ...... yang penting sekarang, dimana-mana air tergenang.
Genangan air, ternyata juga membawa penyakit. Sebuah rumah sakit di tengah kota, sekarang ini penuh dengan pasien penderita demam berdarah. Lho, kan Aedes Agepty itu hanya bisa bertelur dan berkembang biak di air tenang? Masa sih bisa begitu di kubangan, genangan berlumpur atau kanal dengan sekumpulan sampah organik dan anorganik? Mati aku! Apa ada evolusi nyamuk secara dadakan dalam waktu singkat? Usut punya usut, hampir semua rumah di kawasan DAK ternyata “menyumbang” anggota keluarganya ke rumah sakit. Masuk dengan predikat “Dengue Fever Patients”. Mengenaskan. Kenapa mereka yang masuk ya? Kan mereka jarang bersentuhan dengan air bersih?
Terdorong rasa heran dan sedikit linglung; kucoba meninjau lokasi. Rumah demi rumah di kawasan DAK itu kudatangi. Kudata segala hal tentang kondisi kesehatan keluarga, rumah serta sanitasi. Pada hari ketiga pendataan, keherananku memuncak. Aku dengan pakaian ala kadarnya, disambut Ketua RT dan seabrek orang DAK. Ada rebana segala. Weleh weleh weleh ........ ada apa ini? Seorang dengan pakaian safari menyalamiku sopan, “Selamat datang pak, semoga segala pendataan bapak ini bisa dilakukan tanpa halangan. Kami siap membantu apa saja”. Benar-benar mengherankan. Seorang pria, yang sepertinya ajudan bapak yang bersafari itu, mempersilahkanku jalan duluan dan mulai membantuku mengambil data.
Selang sepuluhan rumah dan tatkala orang-orang mulai tidak mengikuti kami, dia mulai bicara, “Aduh pak, untung sekali bapak datang. Sekarang ini ada penyakit berbahaya menyerang kampung ini pak. Kata orang sih, namanya DBD. Kalau data yang bapak ambil ini bisa buat rekomendasi ke pemerintah kota untuk segera diadakan tindakan, wah ..... kami sungguh berterima kasih sekali pak”. Aku cuma tersenyum mengangguk. Tanpa sadar, mataku menangkap keanehan. “Pak, kok semua rumah punya kolam ikan?”, tanyaku heran. “Ooo ... itu bukan kolam ikan pak, itu bak air. Biasalah pak, untuk mandi dan minum. Pan daerah ini belum ada air ledeng? Dulu pernah kami minta, namun semua jawaban yang kami terima dari pemerintah hanya sabar pak ... sabar bu’ ... Yah, emang mungkin karena daerah kumuh yah? Sampe pemerintah ogah-ogahan bantu kami”, katanya lancar. Terasa mataku mulai nanar ... pucat pasi sepertinya wajahku. Jadi selama ini, DBD menyerang mereka akibat tidak ada air ledeng lewat pipa; sampai-sampai mereka harus menampung air hujan di bak-bak. Pantas saja, nyamuk-nyamuk heboh itu memangsa mereka. Seketika muka pucatku berubah merah. Kurang ajar!!! Tapi sekejap berubah pucat kembali. Dua buldozer lengkap dengan serombongan polisi pamong praja, baru saja masuk areal DAK. Mal itu ternyata benar-benar bakal ada. Dan rumah-rumah ini berada di tempat yang salah. Lututku lemas .....

0 Comments:

Post a Comment

<< Home